ASAL-USUL DAN ADAT
ISTIADAT DESA BETUNG
KARYA TULIS INI DISUSUN SEBAGAI TUGAS SENI BUDAYA PADA SEMESTER
GAZAL TAHUN PELAJARAN 2013-2014
DISUSUN OLEH
1.BELLA MARISTA (8774)
2.SULASTIN AKHODIAH (9023)
KELAS : XII IPA1
DINAS PENDIDIKAN NASIONAL
SMA NEGERI 1 BELITANG
KABUPATEN OKU TIMUR
2013
PERNYATAAN
Menyatakan bahwa karya
tulis ini adalah hasil pekerjaan kami sendiri. Sepanjang pengetahuan kami,
karya tulis ini tidak berisi materi yang ditulis oleh orang lain, kecuali
bagian-bagian tertentu yang kami ambil sebagai acuan dengan mengikuti tata cara
dan etika penulisan karya tulis yang lazim.
Apabila ternyata
terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar, sepenuhnya menjadi tanggung jawab
kami.
Belitang, November 2013 Penyusun
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami
haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul “Asal-Usul
dan Adat Istiadat Desa Betung”. Meskipun banyak hambatan yang kami alami
dalam proses pengerjaannya, tapi kami berhasil menyelesaikan karya tulis ini
tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami
sampaikan terimakasih kepada guru pembimbing yang telah membantu dan membimbing
kami dalam mengerjakan karya tulis ini. Kami juga mengucapkan terimakasih
kepada bapak ibu guru serta teman-teman yang telah memberi kontribusi baik
langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan karya tulis ini.
Tentunya ada hal-hal
yang ingin kami berikan kepada masyarakat dari hasil karya tulis ini. Karena
itu kami berharap semoga karya tulis ini dapat berguna bagi kita bersama.
Penyusun menyadari
bahwa dalam menyusun karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
Penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna
sempurnanya karya tulis ini. Penyusun berharap semoga karya tulis ini bisa
bermanfaat bagi Penyusun khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Penyusun
HALAMAN MOTTO
Ø
Cobalah tidak untuk menjadi seseorang yang sukses, tetapi
menjadi seseorang yang bernilai (Albert Einstein)
Ø
Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang (Albert Einstein)
Ø
Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah (Lessing)
Ø
Budi pekerti yang tinggi adalah rasa malu terhadap diri
sendiri (Plato)
Ø
Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua
(Aristoteles)
Ø
Kehidupan seseorang berubah saat dia merubah dirinya (Andrew
Mattews)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Asal Usul dan
Adat Istiadat Desa Betung
Sangat memprihatinkan
melihat masyarakat saat ini yang kurang peduli terhadap kelestarian adat
istiadat dan budaya dari daerah asal mereka, khususnya masyarakat di Desa
Betung. Bahkan sebagian besar masyarakat di Desa Betung kurang mengetahui
asal-usul dan adat istiadat desa mereka. Oleh karena itu kami berinisiatif
membuat karya tulis yang berjudul “Asal-Usul
dan Adat Istiadat Desa Betung” agar masyarakat mengetahui sejarah
terbentuknya Desa Betung dan termotivasi untuk menjaga kelestarian adat
istiadat di desa tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang
yang kami uraikan, maka masalah yang kami bahas adalah:
1.2.1 Bagaimana sejarah
terbentuknya Desa Betung?
1.2.2 Apa saja adat
istiadat yang ada di Desa Betung?
1.2.3 Apa saja peran
generasi muda terhadap kelestarian adat istiadat Desa Betung?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penyusun
mengambil judul “Asal-Usul dan Adat
Istiadat Desa Betung” adalah:
1.3.1 Menambah
pengetahuan tentang asal usul terbentuknya Desa Betung.
1.3.2 Menambah
pengetahuan tentang adat istiadat Indonesia khususnya adat istiadat dari desa
Betung.
1.3.3 Mendorong
generasi muda untuk melestarikan budaya Indonesia khususnya generasi muda dari
desa Betung untuk melestarikan budaya mereka.
1.4 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini Penyusun
menggunakan metode wawancara, karena dengan metode ini data yang didapat akan
lebih akurat.
BAB
II
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2.1.1. Deskripsi Lokasi
Oku
Timur adalah salah satu kabupaten yang berada di wilayah Sumatera Selatan yang
terbagi lagi menjadi beberapa kecamatan, salah satunya yaitu kecamatan
Semendawai Barat yang ibukotanya Desa Betung. Berikut data tentang Desa Betung:
Nama kecamatan : Semendawai Barat
Ibukota kecamatan : Betung
Luas daerah : 225.000 km2
Ketinggian dari permukaan laut : 41 m
Jumlah penduduk : 19.853 jiwa
Jarak dari Martapura : 72 km
Desa Betung berbatasan dengan:
Timur :
Tanjung Kukuh
Barat :
Tanjung Mas
Utara :
Minanga
Selatan :
Simpang Korto
Kecamatan Semendawai Barat juga memiliki
beberapa objek wisata seperti kerajinan songket, agro wisata (wisata alam dan
perkebunan), pabrik gula serta Makam Tua (wisata ziarah) yang berjarak 84 km dari ibukota kabupaten
(Martapura).
2.1.2
Fungsi
Fungsi dari karya tulis yang berjudul “Asal-Usul dan Adat Istiadat Desa Betung” yaitu sebagai arsip atau dokumen agar
sejarah dan adat istiadat Desa Betung tetap terjaga.
2.2 PEMBAHASAN
2.2.1.
Asal-Usul Dusun Betung
Nama
Betung diambil dari nama serumpun bambu BETUNG yang dahulu letaknya terdapat di
daerah desa Betung sekarang ini.
Yang melopori pembangunan dusun Betung
di waktu itu ialah para moyang antara lain:
1.Tuan
Rijal
2.
Keria Indah Kumala
3.
Keria Lumba
4.
Batin Pulun
5.
Minak Rajatawala
Sekitar
tahun 1720 M penduduk dusun Betung waktu itu diperkirakan sekitar kurang lebih
20-30 KK. Menurut cerita desa Betung telah berdiri sejak lebih kurang tahun
1520 dan di tempati oleh puak-puak atau kelompok-kelompok kecil yang merupakan
pengungsian dari daerah Lampung.
Kelompok
kecil yang ada didaerah Betung ini yang pertama sekali ialah bernama “GABUL“
yang dikepalai oleh Keriak Minak Ratu Rajamas yang disebut juga Keriak Ginjing.
Yang kemudian kelompok itu disusul dengan “ KORBANG “, kemudian lagi “LIMUS
TOHAT“. Kelompok-kelompok tersebut berasal dari daerah Lampung, dengan
latar belakang masalah sebagai berikut :
Di
daerah Kerajaan Tulang Bawang ada suku ABUNG yang konon kabarnya berasal dari
angkatan laut Gajah Mada yang tidak mau tunduk dengan kedatangannya islam di
Jawa dan mereka melarikan diri ke Sumatera, yang diantaranya mendiami dipesisir
Wai Abung Lampung. Orangnya pemalas untuk bertani, suka perang dan merampok,
dan merampas harta benda orang lain. Karena terjadi perang-perang kecil tadi,
ada satu suku atau golongan yang terdesak, terpaksa mengungsi didekat Mesir
batas dengan Komering. Yang sekarang dinamakan daerah MOYANG CANGUK. Dusun ini
baru berdiri setelah diserang oleh orang Abung dan menerima kekalahan, sehingga
mereka mengungsi ke Seriau Tungis.
Beberapa
tahun kemudian mereka diserang kembali oleh orang-orang Abung dan mengungsi
lagi ke Ulu Sungai Macak yang bernama Lubuk Buhun. Setelah mereka mengungsi di
Lubuk Buhun, mereka di serang kembali oleh orang-orang Abung sehingga
menyebabkan Tuan Bujang tewas dalam peperangan itu dan mereka pun dengan
terpaksa mengungsi lagi kesebelah ilir, yaitu di Muara Wai Halom. Ulu Cahya
Negeri sekarang ini. Setelah itu dusun diserang lagi oleh orang-orang Abung dan
terpaksa mereka pun pindah ke KOTA TANOH. Dusun didirikan lebih kuat dengan
membuat benteng dari tanah. Di pintu benteng yang curam dipasang kayu
penghalang, yang maksudnya apabila musuh naik, kayu tersebut dilepaskan agar
dapat melimpis musuh musuh tersebut.
Tiba-tiba
benteng yang diperkirakan sudah kuat tadi, diserang lagi oleh orang-orang Abung
dan orang-orang Abung berhasil mengalahkan mereka. Akibatnya tewaslah Moyang
Tuan Bujang dan Cuncun Dungul ditempat tersebut. Pengungsian terpecah dua,
sebagian melintas hutan dan rawa ke arah sebelah barat di pesisir Komering,
yang sebagian lagi terus keilir menuju sungai Lampuing dan mendirikan dusun di
ulu Tebing Suluh sekarang ini. Kelapa belum sempat berbuah di serang lagi oleh
orang Abung, sedangkan ladangnya habis dibakar. Itulah sebabnya sampai sekarang
bernama Umbul Mutung. Di tempat tersebut meninggalkan makam tuan Penghulu.
Kemudian mereka pindah ke Rantau Durian, diserang lagi, lalu pindah ke Ulu
Pulau Korak/kota Bosi, diserang lagi, lalu pindah ke ilir tepatnya ke Paku
Haji-Lebak Luar di Rimba sekampung, lalu diserang lagi, dan akhirnya
memberantas lebak luar dan sampai ke Kayu Agung. Itulah asal nenek moyang orang
Kayu Agung sekarang ini.
Nenek
moyang di Komering desa Betung berasal dari Pengungsian dari Kota Tanoh menuju
Pesisir Komering yang telah di jelaskan diatas tadi.
Berikut
adalah nama-nama nenek moyang Desa Betung :
1. Keria
Minak Ratu Raja Mas disebut juga Keria Gincing di Gabul desa Betung
2. Keria
Minak Ratu Batara di Karang Anyar Menanga
3. Keria
Dahim di Adumanis Tua
4. Keria
Tapak atau Kai Wali Sorgi di Campang Tiga.
Itulah
penduduk yang mula-mula mendiami daerah Marga Semendawai Suku I s/d III
sekarang ini. Walaupun setelah abad ke 17 sudah bertambah dengan kedatangan
penduduk dari Kumbahang atau Sikala Berak yang dahulunya juga berasal dari
Lampung.
Oleh
karena itu tidak heran jika para nenek moyang kita selama hidup lebih kurang
200 tahun yang lalu, turun menurun selalu dalam ketakutan. Ayam-ayam yang baru
pandai berkokok segera dipotong, karena takut kedengaran oleh orang Abung.
Sebab orang-orang Abung pada masa itu sering berkeliling mencari
kelompok-kelompok atau petalangan yang mempunyai penghidupan yang cukup, kemudian
akan di rampok.
Diceritakan
pula pada masa itu pernah terjadi pemotongan telinga orang Abung sebanyak 39
orang oleh Poyang “ LIWAT PANYIMBANG “ dengan pedang Si Betuknya. Pada tahun
lebih kurang 1630 M secara bergantian pemotongan telinga sebelah kanan
orang-orang Abung itu jatuh mati saat itu juga. Pedang itu sampai sekarang masih
ada di tangan ahli warisnya di desa Betung sekarang ini. Telinga-telinga orang
Abung itu dibawa pulang oleh Liwat Penyimbang yang di karang dengan rotan
sepanjang sekepas sekilan ( 2 Meter ). Sedangkan satu orang di tinggalkan dan
di minta untuk memberitahukan kepada datuknya di Lampung Abung.
Sejak
kejadian itu, orang Abung tidak menyerang Komering lagi. Di ceritakan cara-cara
orang Abung itu akan menyerang. Dimulai dengan membuka ladang dan menanam
jagung lebih dahulu. Setelah jagung berbuah baru mereka membawa rombongan
dengan memakan jagung yang telah ditanam lalu mereka mulai menyerang. Rencana
penyerangan ini sudah di ketahui oleh para moyang di daerah Komering ( Betung
), mereka akan menuntut balas atas kematian orang-orang Abung oleh Liwat
Penyimbang dahulu.
Oleh
karena itu, terjadilah kesepakatan para nenek moyang yang ada dipesisir
Komering pada masa itu. Dari kelompok-kelompok Gabul (Betung), Karang Anyar
(Menanga), Adumanis, dan Serbb Nyasian (campang tiga) untuk melarang
orang-orang Abung itu sampai ke Sungai Serdang. Ketika orang Abung datang untuk
menyerang, mereka di tipu dengan diberi makanan gadung yang sudah digoreng
dengan minyak bijen. Dengan air minumnya air sepang yang merah seperti darah.
Setelah
makan gadung goreng itu orang-orang Abung menjadi mabuk dan bersandar di batang
serdang yang sudah disediakan. Akhirnya para moyang pada saat itu dengan
leluasa menggalai batang leher orang-orang Abung ketika itu. Yang ditinggalkan
hanya 3 orang yang tidak dibunuh dan disuruh kembali untuk memberitahukan
kepada datuknya. Masing-masing 3 orang itu dikupas kulit kepalanya dengan cara
yang lain. Banyaknya orang Abung yang terbunuh ketika itu lebih kurang 200
orang.
Sejak
saat itu, orang Abung tidak pernah datang lagi untuk membalas dendam kepada
orang Komering. Perkiraan para nenek moyang orang Komering, para orang Abung
tidak akan kembali lagi untuk menyerang. Ternyata waktu kedatangan rombongan
orang Abung yang terakhir, bertemu dengan seorang moyang yang sedang bertarak.
Moyang itu ialah Batin Pulun. Rombongan orang Abung itu bertanya kepada Batin
Pulun tentang dimanakah arah untuk menuju Komering. Batin Pulun menunjukkan
dengan jujur arah menuju Komering, tetapi karena telunjuknya bengkok,dan lengannya
mengarah ke ilir, maka orang-orang Abung itu jalan menuju ke arah yang
ditunjukka lengannya Batin Pulun yaitu kearah sebelah ilir. Dan tembuslah
mereka ke Dusun Cempaka yang sedang pesta pengantenan. Cempaka dirampok,
pengerah Dayang Domen dipenggal dan dibawa kepalanya sebagai tanda kemenangan.
Selanjutnya penganten, perhiasan dan gong besarnya dirampas.
Sejak
kejadian itu orang Abung tidak pernah datang datang lagi kedaerah Komering,
mungkin karena kekalahannya sudah tertebus atau karena pengaruh Islam sudah
mulai masuk dari Banten Serang. Sebab menurut sejarah masuknya Agama Islam masa
itu berasal dari Banten Serang yang menaklukkan Lampung, Bengkulu, dan sebagian
Padang.
Raja-raja
Islam yang berkuasa di Banten pada masa itu adalah sebagai berikut :
1. Maulana
Hasanuddin tahun 1550-1570
2. Pangeran
Yusuf tahun 1570-1580
3. Pangeran
Muhammad tahun 1580-1596
4.
Abdul
Kodir tahun 1596-1651
5. Abdul
Fattah tahun 1651-1682
6. Ambul
Kohar ( Sultan Haji ) tahun 1682-1687
7. Zainal
Abidin tahun 1687-1733
8. Zainal
Ariffin tahun 1733-1751
9. Ratu
Fatimah tahun 1751-1808
10. Pangiran
Muhammad tahun 1808-1813
Masuknya
agama Islam dimulai dari takluknya Kerajaan Ratu Darah Putih di Kaliandak pada
tahun 1560 M. Selanjutnya ke Kerajaan
Tulang Bawang di daerah Menggala Lampung dan terus menyebar dan masuk ke
Komering Betung. Pada abad ke 17 ditambah pula masuk para penyebar Agama Islam
tersebut yang melalui Kumbahang dan Sikala Borak, dengan jalan berakit
menyusuri sungai Komering.
2.2.2 Perkembangan Dusun Betung Pada
Abad Ke 17
Latar belakang sejarah berdirinya dusun
Betung sekarang ini adalah sebagai berikut
:
Penduduk
yang mendiami daerah ini terdiri dari 3 kelompok kecil yaitu :
1.Gabul : rombongan dari Keria Indah Kumala
turunan Keria Gincing
2.Korbang : rombongan Mulajadi, Naga Barisang.
3.Limustobat
: rombongan Keria Lumba
Ketiga
kelompok itu bersepakat untuk mendirikan satu dusun tempat bergabung jadi
satu.mereka diwaktu itu mufakat untuk mencari tempat pemukiman yang baru, yang
memungkinkan tempat membuat sebuah dusun yang baru. Menurut tradisi lama, di
zaman nenek moyang masa itu, setiap ada hajat diadakan penyebutan lebih dahulu,
dengan jalan memotong kambing, membuat serabi abang, serabi putih, lantas
bertura-tura mohon petunjuk dari yang Maha Kuasa. Setelah itu salah seorang
moyang mendapat hidayat bahwa, akan datang seorang dari udik dengan memakai
rakit batang tebu dengan membawa ayam beruga putih, dan orang itulah tempat
akan meminta tolong meramalkan tempat yang mana yang baik dibuat dusun.
Sejak
itu berhari-hari Keria Indah Kumala sebagai tua-tua di masa itu menunggu
kedatangan orang tersebut. Rupanya memang betul, apa yang diharapkan Rakit
Batang Tebu dengan seekor ayam beruga putih sesuai dengan petunjuk impian tadi.
Orang itu disinggahkan dan diajak bermalam, selanjutnya diceritakanlah hajat
para moyang itu kepada orang tersebut.
Singkatnya orang yang disinggahkan itu menyambut baik apa yang diharapkan para
moyang itu, hanya saja dia mengajukan syarat, dia meminta seorang perempuan
untuk dijadikan isterinya. Karena keyakinan dan kesungguhan hati para moyang
diwaktu itu, mereka menyetujuinya dan mempersilakan orang itu memilih gadis
mana yang disetujuinya. Bagi orang tua si gadis yang disetujuinya nanti tidak
akan keberatan untuk menikahkannya.
Anehnya
pilihan orang tersebut, bukan kepada gadis-gadis yang telah dikumpulkan itu.
Tetapi dia memilih seorang perempuan yang sudah ditinggalkan atau diasingkan
karena penyakit kusta. Perempuan itu bernama Nurbiah Bulan bekas isteri Keria
Indah Kumala, adik perempuan dari Batin Pulun, anak Kai Raja Payung Bumi.
Karena sudah ada persetujuan antara kedua belah pihak sedekah atau penyebutan
itu dimulai dengan memotong kambing dengan membuat serabi abang, serabi putih
dan segala sarana-sarana yang diperlukan untuk itu.
Setelah
penyebutan itu dimulai, timbullah hidayat atau petunjuk dari yang Maha Kuasa
yang maksudnya mendapat petunjuk ditiga tempat yang baik untuk membuat dusun,
masing-masing adalah :
1. Gabul : jika dibangun
dusun, orangnya akan makmur dan kaya raya, tetapi penduduknya kurang banyak.
2. Korbang : jika dibangun dusun, orangnya akan gagah berani, kuat- kuat,dan kebal-kebal. Tetapi penduduknya
kurang banyak juga.
3. Bambu
betung : jika dibangun dusun, orangnya akan banyak dan
ramai, dengan penghidupan yang serba sederhana (tidak
kaya dan tidak kebal).
Selesai
menjelaskan hasil ramalannya, orang itu pamit untuk meneruskan perjalanannya
keilir dengan memakai rakitnya. Orang itu konon kabarnya adalah moyang Tuan
dipulau Campang Tiga sekarang ini.
Enam
bulan kemudian Nurbiah Bulan ditemukan ditempat pengasingannya dalam keadaan
hamil dan penyakitnya pun sudah sembuh. Maka saling tuduhlah para moyang dikala
itu, siapa yang telah membuat Nurbiah Bulan menjadi hamil. Setelah ditanyakan
kepada Nurbiah Bulan sendiri, tentang siapakah yang sebenarnya telah menghamili
dirinya, ia menjawab bahwa sama sekali tidak ada yang telah menghamili dirinya.
Hanya saja ia melihat cahaya terang yang menerangi disekelilingnya setiap
malam, seolah-olah pancaran cahaya itu datangnya dari langit.
Mendengar
keterangan Nurbiah Bulan itu, para moyang merasa kurang percaya. Akhirnya
diambil kesimpulan akan dibawa ke Palembang untuk diserahkan kepada Raja
Suhunan. Karena peraturan dimasa itu barang siapa yang hamil diluar nikah dan
tidak tau siapa yang menghamilinya harus diserahkan kepada raja, sebab rajalah yang
akan memutuskan, hukuman apa yang harus diberikan kepadanya.
Setelah
berangkat menuju ke Palembang dengan memakai perahu, sewaktu sampai di desa
Campang Tiga sekarang ini, perahu tersebut tersangkut ditengah laut, dicari
tahu dimana letaknya mereka tersangkut baik dikayu maupun tanah tidak
ditemukan. Perahu pun tidak dapat bergerak. Karena kejadian itu, mereka pun
hanya terdiam ditempat itu dari sore sampai pagi. Tiba-tiba turun seseorang
yang tua, didekat tempat tersebut dan bertanya, dari mana mereka berasal dan
mau kemana mereka serta barang apa yang dibawa.
Para
moyang yang berada di perahu itu menjelaskan tentang yang dibawa dan maksud-maksud
mereka. Setelah mendengar penjelasan para moyang, orang tua itu berkata : kalau
begitu kembalilah kamu ke ulu lagi, mungkin kamu tidak ingat bahwa Nurbiah
Bulan itu sudah saya minta kepada kamu, waktu kamu meminta saya untuk
meramalkan tempat membuat dusun dahulu. Yang dikandung Nurbiah Bulan itu adalah
Mahripatku, kalau ia lahir nanti berilah ia gelar Rijal ( Tuan Rijal ). Itulah
yang akan menetapkan desa mu nanti.
Setelah mendengar penjelasan itu
lapanglah hati para pengantar Nurbiah Bulan tersebut. Hilanglah rasa takut dan
keragu-raguan mereka. Dengan lapang hati, mereka pun kembali lagi ke Ulu,dan
ketika itu juga perahu pun terlepas dari sangkutannya.
Setelah
sampai ditempat, diceritakanlah apa yang telah terjadi terhadap mereka kepada
segenap warga kampung. Beberapa bulan kemudian lahirlah seorang bayi yang
bernama Mahripat dan diberi gelar Tuan Rijal, dari seorang ibu yang bernama
Nurbiah Bulan. Konon diceritakan kelahiran bayi itu tidak melalui pintu rahim. Tetapi
ia keluar dari samping kanan dan membelah perut ibunya dengan sebiji padi.
Tuan
Rijal dibesarkan dengan ikut ibunya Batin Pulun dan sejak kecil ia sudah
menunjukkan kekeramatannya. Kekeramatannya itu terbukti sewaktu ia melakukan
tanding penguasaan dengan ibunya Batin Pulun. Berikut adalah ceritanya:
Suatu
ketika Tuan Rijal memungut burung serindit yang sudah mati, burung itu telah
dibuang diujung jembaur oleh ibunya
Batin Pulun. Burung sirindit itu dipijit-pijit dan diurut-urut oleh Tuan Rijal,
dan burung itu pun hidup kembali. Tuan Rijal meminta nasi kepada ibunya Batin
Pulun dengan maksud ingin memberi makan si burung tadi. Tetapi Batin Pulun
menjelaskan bahwa burung itu sudah mati dan dibuang, tidak mungkin akan bisa
makan. Tetapi Tuan Rijal tetap memaksa untuk meminta nasi dan memberikannya
kepada burung. Setelah burung itu diberi nasi, burung itupun memakannya dan
hidup kembali. Batin Pulun heran dengan
penguasaan si Tuan Rijal, sebab ia yakin bahwa burung itu sudah mati dan tidak bisa
hidup kembali. Batin Pulun menganggap kejadian itu merupakan cambuk baginya
oleh Tuan Rijal untuk menunjukkan kesaktiannya.
__Tiba-tiba
lewatlah sekawanan burung belatik didepan mereka, burung-burung itu disiul oleh
Batin Pulun dan disuruh hinggap dilengannya. Seketika itu juga burung-burung
itu pun turun dan hinggap dilengannya Batin Pulun. Lalu si Tuan Rijal disuruh
mengambil salah satu burung yang ia sukai. Sambil tertawa si Tuan Rijal
mengambil satu dengan mengatakan cukuplah ibu saya mengambilsatu, untuk kawan
burung surendit yang sudah ada ini. Sedangkan burung yang lainnya disuruh
terbang kembali oleh Batin Pulun.
__Tetapi
rupanya Batin Pulun tidak merasa puas dengan kejadian ini, akhirnya Tuan Rijal
diajak oleh Batin Pulun ke seberang sungai untuk berkunjung ke kampung yang ada
diseberang. Batin pulun membentangkan kainnya diatas sungai dan ia menaiki kain
tersebut, sedangkan ujung kain tersebut diangkat untuk menjadi layar, lalu ia
berkata pada Tuan Rijal : ” ikutlah Rijal, marilah kita keseberang “.
Ternyata
Tuan Rijal mengikuti ibunya berjalan dibelakang dengan telapak kaki diatas air
dan tidak tenggelam. Melihat kejadian itu, ibunya cepat berbalik kembali setelah
Tuan Rijal sampai diseberang. Dengan maksud meninggalkan Tuan Rijal. Tetapi
Tuan Rijal tahu maksud ibunya itu, dan ia dengan cepat pula melompat diatas
punggung Batin Pulun dan minta digendong seraya mengatakan: “ ibu, saya jangan
ditinggalkan diseberang“. Akhirnya sampailah mereka keseberang untuk kembali.
Dan menghentikan perjalanan untuk menuju desa diseberang sungai.
Kejadian-kejadian
ini diketahui oleh segenap penduduk kampung tentang kekeramatan Tuan Rijal.
Setelah dewasa Tuan Rijal memelihara seekor anjing, dan anjingnya sangat besar,
tingginya hampir setinggi pinggang orang dewasa.
Suatu
hari, saat Tuan Rijal berjalan didaerah Rasuan untuk memenuhi suatu undangan,
anjingnya dikeroyok oleh anjing-anjing yang lain. Akibatnya anjing Tuan Rijal
melarikan diri, karena berhasil dikalahkan oleh anjing-anjing yang lain. Setelah
Tuan Rijal pulang, ibunya Batin Pulun serta segenap warga kampung menceritakan
kejadian tersebut kepada Tuan Rijal. Walaupun anjing Tuan Rijal besar, jika
dikeroyok oleh anjing-anjing lainnya dan jumlahnya pun banyak, anjing Tuan
Rijal akhirnya menerima kekalahan juga. Dengah kejadian itulah yang menjadi
titik tolak inspirasi para nenek moyang kita dimasa itu untuk mengambil
kesimpulan : memilih tempat untuk membuat dusun di BULUH BOTUNG. Dengan
harapan agar penduduknya dikemudian hari akan menjadi ramai.
2.2.3 Betung Pada Abad Ke 17 - 18
Sebelum Jajahan Belanda
Dusun Betung didirikan sekitar tahun
1710 s/d 1730. Pemuka masyarakat diwaktu itu adalah:
1.
Tuan
Rijal (dari kelompok KORBANG)
2.
Batin Pulun (dari kelompok KORBANG)
3.
Maulana yang putih (dari kelompok KORBANG)
4.
Naga Barisang (dari kelompok LIMUS
TOBAT)
5.
Keria Indah Kumala
6.
Minak Raja Tawala (dari kelompok GABUL)
7.
Pamuka Sakti (dari kelompok GABUL)
8.
Musisa
9.
Keria Lumba (dari kelompok LIMUS TOBAT)
Setelah
mendirikan dusun Betung dan ketiga kelompok (Korbang,Gabul,Limus Tobat) menjadi
satu, maka :
Turunan
dari Tuan Rijal dari Korbang disebut Kampung Topi. Sedangkan kelompok Keria
Indah Kumala turunan Keria Gincing disebut Kampung Darak. Menurut perjanjian
dahulu bujang gadis antara kampung topi dengan kampung darak sampai dengan
tujuh keturunan tidak boleh menikah. Penduduk desa Betung diwaktu itu
diperkirakan baru mencapai 20 sampai 30 rumah.
Pengaruh
agama Islam sudah mulai masuk walaupun disana sini masih dipakai tata cara
agama lama yaitu Hindu dan Buddha. Hubungan tukar menukar barang kebutuhan
hidup antar dusun dan rasa kekeluargaan tetap terpelihara, sama seperti desa
Menanga, Adumanis, Campang Tiga dan Rasuan. Penjualan barang hasil pertanian ke
Palembang mulai dilakukan, seperti padi, telur, damar dan sirih. Pengangkutan
dengan memakai perahu kulit kayu atau rakit.
Pembuatan
rumah penduduk sangat sederhana sekali, dibuat berbentuk panggung, rangka kayu
bulat, lantai bambu, dinding kulit kayu dan atap daun serdang. Oleh karena itu
dimusim kemarau sering terjadi kebakaran yang menghanguskan satu dusun.
Penghidupan selain dari bertani, dilakukan berburu dan menangkap ikan.
Perampokan-perampokan dari suku Abung tidak pernah terjadi lagi. Perkembangan
penduduk sudah mulai bertambah dengan adanya perkawinan-perkawinan antar dusun
dan penduduk yang sengaja datang dari daerah lain.
Kepala
atau tua-tua dimasa itu ialah Tuan Rijal, dan diteruskan oleh Raja Pangulihan
putra dari Naga Barisang, menantu dari Tuan Tanda Woli sekitar tahun 1745.
Menurut cerita dari nenek moyang secara turun temurun, jabatan Kepala atau
Keria dusun kepada Raja Pangulihan tersebut dipakai di kampung Topi selama
jangka waktu tujuh turunan. Dari Raja Pangulihan diteruskan Tuan yang benar
sampai ke Keria Mas, masa penjajahan Belanda tahun 1810.
Pada
abad ke 17 itu adat istiadat mulai tumbuh di desa Betung Komering yang pada
umumnya berasal dari tiga pengaruh dasar:
1.
Adat
kebiasaan dari tanah leluhur Lampung
2.
Pengaruh agama lama Hindu dan Budha
3.
Pengaruh agama Islam.
Penduduk
dusun Betung Komering pada umumnya dapat disimpulkan berasal dari Suku Lampung.
Dapat dilihat dari persamaan bahasa, adat istiadat dan tulisan daerahnya.
Contoh :
1.
Bahasa daerah
: Joddipa, middipa, sai, rua, tolu, pak, hollau, mak halok, bangik, sakik,
cutik, nayah dan sebagainya.
2.
Adat istiadat:
Manjau, bumiah, pangatu, nyuruk, peulangan dan sebagainya. Memakai gelar
Kairaja Payung Bumi, Naga Barisang, Mangku Alam, Sangun Raya dan sebagainya.
3.
Tulisan daerah:
Ka-Ga, Nga-Pa-Ba-Ma-Ta-Da-Na.dan sebagainya
Kita
dapat melihat pula dari perkembangan sejarah bahwa di daerah Lampung pada abad
ke 15 sudah ada satu kerajaan yaitu Ratu Darah Putih di daerah Sukadana,
kerajaan Tulang Bawang abad ke 16 di Nenggala.
Setiap
kerajaan yang berdiri akan melahirkan suatu budaya yang tersendiri. Sedangkan
dusun Betung ketika itu belum berdiri sama sekali bahkan jauh sesudah kerajaan
itu baru pesisir komering yang dihuni oleh manusia.
2.2.4 Betung Pada Abad Ke 18
(Jajahan Belanda)
Setelah
dibubarkannya serikat dagang Belanda VOC tahun 1799 Indonesia dikuasai oleh
kerajaan Belanda. Masa Daendels dan Janson 1806 s/d 1811, masa Raffles Inggris
tahun 1811 s/d 1816 kembali dikuasai Belanda. Penertiban pemerintahan kerajaan
Belanda di Palembang sekitar tahun 1818
yang membawa pengaruh di Komering desa Betung pada khususnya. Pembagian daerah
besar kecil oleh Belanda dimasa itu dipengaruhi oleh hukum adat setempat. Oleh
karena itu nama daerah kecil di Sumatera Selatan ialah Marga, sedangkan di Jawa
ialah Desa atau Kelurahan. Padahal yang dimaksudkan ialah yang setingkat.
Marga
ialah suatu wilayah yang mempunyai batas-batas tertentu, yang didiami oleh
sekelompok masyarakat, yang berasal dari satu keturunan, satu peradaban dan
satu pandangan hidup. Dalam pembagian wilayah dimasa itu timbullah istilah
Semendawai Suku 1 s/d 3 yang berasal dari kata :
Semenda
:
Bertempat tinggal
Wai : Sungai
Suku : Bagian
Dengan
pengertian : Permukiman di tepi sungai bagian I-III.
Marga
di kepalai oleh seorang Pasirah ( Depati ). Pasirah membawahi dusun 2 yang
dikepalai oleh Kerio, sedangkan Kerio dusun membawahi Kampung yang dikepalai
oleh Penggawo. Penggawo dari setiap kampung yang memerintah langsung mata gawi
atau rakyat.
Marga
ialah suatu wilayah otonomi kecil, yang berhak mengatur rumah tangganya
sendiri. Rancangan Anggaran Belanda Marga disebut Nilayan Marga, yang disahkan
oleh Gubernur Kepala Daerah. Pasirah Marga Semendawai Suku III yang pertama
adalah Depati GALUR dari desa Msenanga. Kerio/kepala desa di desa Betung adalah
Kerio Mas bapak Depati Aji.
Kewajiban-kewajiban
mata gawi ( rakyat ) dimasa jajahan :
1.
Membayar Belasting dan Gawi Raja/Heren
Dines
2.
Membayar uang Marga
3.
Rahan
4.
Kemit
5.
Pabolah
6.
Ronda desa
Kewajiban-kewajiban
mata gawi tersebut sangatlah memberatkan rakyat karena Belasting dan membayar
uang Marga itu nilainya sangat Mahal. Sedangkan Rahan, Kemit, Pabolah, dan
Ronda desa itu di lakukan tiga hari tiga malam berturut-turut. Ditambah pula
sistem pemerintahan jajahan dimasa itu dengan cara penekanan-penekanan sebagai
berikut :
1.
Belasting yaitu kewajiban mata gawi
membayar pajak kepala kepada Pemerintahan Belanda, yang dikenakan setelah
berumur 25 tahun keatas sehat jasmani dan rohani atau sudah kawin.
2.
Uang Marga yaitu membayar uang untuk
gaji kepala ( Penggawa, Kerio dan Pasirah).
3.
Rahan yaitu tugas membantu pekerjaan
yang dibebankan kepada mata gawi selama 3 hari 3 malam pada pasirah secara
bergantian.
4.
Kemit
yaitu tugas membantu pekerjaan yang dibebankan kepada mata gawi selama 3 hari 3
malam pada Kerio tiap-tiap dusun.
5.
Pabolah yaitu tugas mengiring atau
mengantar Kepala atau Pembesar dalam perjalanan Dinas dengan membantu membawa
barang-barang atau apa saja yang diperintahkan.
6.
Gawi Raja/Heren Dines ini berlaku sejak
tahun 1908. Kewajiban mata gawi untuk mengerjakan jalan. Pekerjaan jalan ini
pada masa akhir pemerintah Belanda diganti dengan membayar uang, yang disebut
Heren Dines.
Jalan
yang dikerjakan ada tiga tempat :
1.
Jalan Lurus di Muncak Kabau
2.
Jalan Lintang di Suka Jadi
3.
Jalan Lintang di Beting Cahya Negeri
Pada
abad ke 18 s/d 19 tingkat penghidupan masyarakat dusun Betung pada masa itu
belum ada perubahan. Penghidupan masih dalam lingkungan petani primitif
disamping itu juga ada kerjaan tambahan yaitu berburu dan menangkap ikan.
Tingkat
kesehatan sangat rendah sekali, hanya diberikan pertolongan dukun. Oleh karena
itu tidak heran bila datang wabah penyakit bisa saja beratus-ratus orang akan
mati. Seperti wabah kolera dan cacar.
Baru
sejak abad ke 19 penduduk desa Betung pertambahan perekonomiannya sangat pesat.
Dan terciptalah tata cara pengaturan pemerintahan baru.
2.2.5 Perkembangan Agama Islam Di
Desa Betung
Penduduk
desa Betung sejak tahun 1600 diperkirakan sudah beragama Islam. Dapat dilihat
dari letak makam sekarang ini sudah membujur sesuai dengan arah kiblat.
Perkembangan agama Islam dimasa itu sangat sederhana sekali, karena sifatnya
masih merupakan bawaan dari tanah asal Lampung.
Bisa
dikatakan baru mengenal syahadat dengan bertuhan kepada Allah SWT dan menabikan
Muhammad SAW. Sedangkan syariat-syariatnya belum dikerjakan dengan sempurna.
Mereka masih memakai tradisi lama yaitu bertapa.
Pada
tahun 1855 datanglah dua orang ulama dari tanah suci Mekkah di desa Betung
yaitu :
1.
H. Imam Tuha beserta murid-muridnya
yaitu:
a.
H. Husin Khotib Tuha
b.
H. Zubir Adumanis
c.
Batin
Bisa Belitang
d.
Pangeran Saleh Cempaka
e.
Pengeran Rasuan
f.
Nenek Pasirah Hambali Jugaraga
2.
H. Santori yang mengajar pada saat itu
juga. Hanya saja murid-muridnya tidak banyak yang dikenal. Ia juga pernah
mengajar didaerah Ranau.
Pada
tahun 1900, datanglah dua orang ulama dari Mekkah yaitu :
1.
H. Said
2.
H. Husin Khotib Tuha
Kedua
ulama ini mengajar cara-cara mengaji didesa Betung.
Pada
tahun 1930, datanglah empat orang ulama dari Mekkah yaitu :
1.
K.H. Nawawi
2.
K.H. Kowi
3.
K.H. Majib
4.
K.H. Hakki
Pada
tahun 1958, datanglah tiga orang Kiayi dari Mekkah yaitu :
1.
K.H. Abdul Bari
2.
K.H. Akib
3.
K.H. Brohim
Pada
tahun 1935 s/d 1938 dikenal dengan TAHUN NAIK HAJI RAMAI dari Dusun Betung.
Karena pada tahun-tahun itu lebih kurang 200 orang yang berangkat menunaikan
Rukun Haji ke Mekkah. Karena waktu itu tercatat harga karet paling mahal yang
mencapai f.350 per 100 kati. Sedangkan ongkos naik Haji cukup dengan uang
f.500.
Berkat
para ulama-ulama itulah banyak membawa pembaharuan tata kehidupan di desa
Betung. Meskipun disana sini masih terdapat sedikit pertentangan antara para
ulama-ulama itu sendiri.
Kita
lihat dari perkembangan sejarah masuknya Agama Islam di desa Betung dengan cara
berangsur-angsur atau bergelombang-gelombang. Dapat kita bagi dalam beberapa
fase sebagai berikut :
Fase
pertama :
tahun 1700 s/d 1850 Agama Islam dalam tahap perkembangan, yang dibawa dari tanah
Lampung yang masuk melalui Banten Serang zaman Maulana Hasanuddin dan Ratu
Darah Putih dari Sukadana. Ditambah yang dibawa para nenek moyang yang datang melalui
Sikala Borak / Kumbahang. Islam dimasa itu pada umumnya baru mengenal syahadat
sedangkan syariat-syariatnya belum dijalankan sama sekali. Masih banyak yang
mengikuti cara-cara pembawaan agama lama yaitu Hindu dan Budha.
Fase
kedua : Tahun 1850 s/d
1900 Agama Islam dalam tahap pengenalan karena sudah ada beberapa orang
yang pernah melakukan ibadah Haji ke tanah suci Mekkah dan para haji-haji
tersebut sudah mulai mengajarkan cara mengaji Al-Qur’an Nulkarim. Rukun Islam
diajarkan dan mulai dijalankan. Menurut petunjuk-petunjuk dari Mekkah pada masa
itu, ulama yang pertama didesa Betung ialah H. Imam dan H. Santeri.
Fase
ketiga : Tahun 1900
s/d 1940 Agama Islam dalam tahap pendalaman selain dari mengaji Al-Qur’an,
mereka juga telah belajar mengaji sifat dua puluh Mikraj, dan sebagainya.
Dirumah para ulama atau Kiayi, muridnya telah mencapai 50 s/d 60. Bahkan sudah
ada yang melakukan pengajian tentang Sorof, nahu, mantik, dan bayan.
Fase
keempat :
Tahun 1940 s/d 1980 sekarang ini Agama Islam dalam tahap pembaharuan mental
spiritual bagi masyarakat Desa Betung. Yang dikembangkan oleh para ulama atau kiayi
yaitu sekolah-sekolah Islam seperti
Madrasah, Pesantren dan sebagainya. Dakwah dan Khotbah sudah banyak yang
melakukannnya, dengan menggunakan Bahasa Indonesia.
Banyak
yang sudah tahu dan mengerti hakikat dari Agama Islam, tetapi keyakinan dan
kesadaran dalam melakukan ibadah menurut syariat dari Agama itu sendiri masih
kurang.
2.2.6 Dusun Betung Pada Abad Ke 19
Dari
awal abad ke 19 desa Betung, penduduknya sudah mulai menunjukkan perkembangan.
Penduduk desa Betung sudah mulai mempunyai usaha dalam bidang pertanian. Mereka
membuka hutan-hutan untuk peladangan di petalangan-petalangan. Datanglah
kelompok-kelompok kecil di daerah petalangan seperti Umbul Tamberan, Umbul
Pambujukan, Umbul Panci Batin, Umbul Lanang Panyimbang, Umbul Jangan Mato,
Umbul Manteri Kusumo, Umbul Dalom Mulio, Umbul Dalom Sakti dan lain-lain.
Karena
peladangan didaerah petalangan ini dikuasai oleh penduduk petalangan, sehingga
yang mendapatkan hasil padi paling banyak yaitu penduduk petalangan. Padi-padi
itu dijual ke Palembang dengan perahu kulit kayu. Banyak pula hasil hutan yang
dibawa ke Palembang selain padi, yaitu rotan dan damar.
Karena
masa itu merupakan masa jajahan banyak hal-hal yang menekan kehidupan rakyat,
seperti dikenakan pajak yang sangat tinggi, kewajiban mengerjakan jalan, kemit, rahan dan tugas pabolah.
Hal-hal kewajiban mata gawi ini mengikat rakyat, menjadikan masa itu masa yang
sangat sulit. Bagi yang tidak mampu membayar Belasting harus menerima hukuman atau di lileang.
Akibat
gawi raja yang sangat menekan rakyat, banyak penduduk dari Betung yang mencari
pekerjaan keluar daerah seperti ke daerah Lalan menakok balam atau menggesek kayu di uluan daerah Belalau. Di
daerah Lalan banyak orang meninggal karena terkena penyakit biri-biri.
Pada
tahun 1906 pemerintah menganjurkan kepada rakyat untuk menanam tembesu dan
rotan. Kemudian di tahun 1917 rakyat dianjurkan untuk menanam karet dan pinang.
Namun sampai tahun 1925 kehidupan rakyat masih dalam keadaan sulit dan sengsara
akibat gawi raja dan belasting yang sangat memberatkan rakyat. Kehidupan rakyat
mulai membaik setelah harga jual karet naik yaitu sekitar tahun 1927-1940. Di
tahun ini juga kewajiban mengerjakan babat diganti dengan uang yang disebut
Heren dines.
Meskipun
keadaan ekonomi rakyat mulai membaik, di bidang kesehatan rakyat dari zaman
nenek moyang sampai tahun 1940-an belum ada perbaikan sama sekali akibatnya
banyak warga yang terkena penyakit menahun seperti TBC, korengan, puruan, dan
sebagainya. Pertolongan kesehatan hanya dilakukan oleh dukun-dukun
kampung. Bahkan sering terjadi penyakit
mewabah seperti cacar dan kolera yang mengakibatkan ratusan warga meninggal
dunia terutama anak-anak dan lansia.
Dari
abad 17 sampai abad ke 19 sama sekali belum ada sarana pendidikan seperti
sekolah. Baru pada tahun 1908 berdirilah sekolah dasar dari kelas I sampai
kelas III. Pemilik sekolah tersebut ialah Hobsinar ABIM. Guru yang pertama kali
ada adalah Radin Masari, kemudian disusul guru Murod pada tahun 1912.
Untuk
tingkat lanjutan dari sekolah tersebut yaitu kelas IV sampai kelas VI pada
tahun 1915 didirikan sekolah Government di Rasuan, Cempaka, dan Minanga Tengah.
Tingkatan sekolah yang lebih tinggi lagi yaitu sekolah guru dengan nama Sekolah
Lerhang, sekolah tersebut baru ada di Baturaja dan Lahat. Sekolah lain yaitu
HIS (Holandsche Inlandsche School), sekolah tersebut setara dengan sekolah desa
tetapi khusus bagi anak yang orang tuanya bekerja dengan pemerintah Belanda.
Kemudian ada ELS (Europesche Logere School), sekolah ini khusus untuk orang
asing. Kedua sekolah tersebut hanya ada di Palembang.
Dari
tahun 1875-1910 pendidikan masyarakat dusun Betung hanyalah pendidikan agama
Islam yang berupa pengajian-pengajian di mushola atau surau yang disampaikan
oleh para kiayi atau ulama. Karena masyarakat Betung hanya menerima ilmu agama
tanpa diimbangi dengan pengetahuan umum timbullah kefanatikan terhadap agama
itu sendiri. Bahkan pernah muncul slogan dari para ulama yang mengatakan “Barang siapa yang pandai menulis dorong
(huruf latin) di padang Mahsyar nanti tangannya akan dipotong malaikat”. Sampai
tahun 1938 masyarakat dusun Betung hanya mementingkan ilmu agama, hal ini
terlihat dari para pemudanya yang menuntut ilmu hingga ke Jawa bahkan sampai ke
Mekkah.
Baru
seteleh masa kemerdekaan masyarakat Betung mulai menyadari pentingnya ilmu
pengetahuan umum. Namun keinginan untuk menuntut ilmu masih terhalangi oleh
pengaruh paham lama dan tekanan ekonomi.
Di
bidang politik, dibentuklah Serikat Islam yaitu organisasi yang berfungsi untuk
mengusir penjajah. Di Betung, yaitu sebagai ranting dari organisasi ini
dipimpin oleh Radin Kapitan (Hoblit pengurus), sebagai anak cabang yaitu Depati
Sangratu di Minanga Besar dan cabang Radin Gunawan di Menggala Lampung.
2.2.7 Adat-Istiadat dan Tradisi di
Dusun Betung
Sejak
tahun 1750 adat istiadat di desa Betung mulai berkembang. Adat istiadat
tersebut berasal dari pengaruh lama yaitu Hindu dan Buddha dan ada pula
pengaruh baru dari agama Islam, keduanya berasimilasi menjadi satu menghasilkan
beberapa adat atau kebudayaan.
2.2.7.1 Ambali-bali atau Perdamaian
Ambali-bali
yaitu acara sedekahan khusus yang dilakukan ketika akan membuka hutan baru atau
mendirikan rumah.
Menurut
kepercayaan nenek moyang dahulu bahwa selain manusia ada makhluk halus yang
juga mendiami permukaan bumi ini. Maka dari itu ketika akan membuka hutan baru
atau mendirikan rumah, kita dianjurkan untuk mengadakan sedekahan terlebih
dahulu supaya mendapat keselamatan dan kesejahteraan.
Alat
sedekahan:
Ayam
hitam sebanyak 1 ekor atau lebih, bumbu panggang, ketan hitam, ketan putih,
suluh yang sudah dimasak, secarik kain condi, kemenyan, hati kambing, hati
kerbau, hati burung kakak tua, ubi hitam, talas hitam, tebu hitam, kumbalung
hitam, serai, lengkuas, kunyit, tiga kerat kayu untuk patok perasma di dalam atau
diatas lubang.
Cara
ambali-bali:
Siapkan
kemenyan yang sudah dibakar, upacara dilakukan dengan ucapan:
______ sang linang-linang namomu
baya-baya Allah jatimu, darah putih titik di bumi asal mula menjadi hasok
kumonyan Alfatihah raja Sulaiman Nabi Sulaiman.Terus
membaca fatihah. Kemudian telunjuk ditekankan ketanah dengan membaca : Assalamu’alaikum bumi niku karena ibuku,
Assalamu’alaikum langit niku karena bapakku, Assalamu’alaikum matahari niku
karena cahyaku, Assalamu’alaikum bulan niku karena mahrifatku, Assalamu’alaikum
bintang niku karena podomanku. _____
Sih Ali nurjiputori darah insan pangiran ratu sai nunggu di bawah bumi, mudim
besar sai nunggu di bawah bumi. _____ Muhammad saman Allah cawa-cawa di jaya
sakti, cak kiai sangratu paija lamon wat kinangagan haga sijukau pandai, _____
dilanjutkan dengan mengucapkan hajat kita dalam ambali-bali tersebut. ______ di batara guru tuha, dibatara guru muda,
dibatara guru sakti, dibatara galih puting bumi, dibatara galih puting somsom
bumi raja Saliman Nabi Saliman al fatihah......... teruskan dengan membaca
surat Al- Fatihah kembali.
Siak ali gorji kamuning tijok, sang
buta kakak, sang buta irong,sang buta lali-lali, sang gagak patok, macan
nangroh.
Tanoh bas, tanoh bubus, tanoh
punjung di hulu tulung wai nyurih wai nyuribah, wai mata-mata baginda sirong
namomu, paruputan koli, Raja Saliman Nabi Saliman al
fatihah....................
Selesai
membaca al fatihah kemudian memotong ayam dan darahnya dimasukkan ke dalam
lubang yang telah di buat tadi. Kemudian menyerahkan baban serta minta
dijauhkan dari segala marabahaya dan penyakit seperti pangobkop, pambotil,
pihowil, pambotu, semua yang bisa menggigit dan yang berbisa.
Setelah
ayam dipanggang, ambil sedikit hatinya dan masukkan ke dalam lubang tadi tambahkan
juga sedikit ketan tiga warna, gula, kelapa, beras, dan kunyit. Setelah itu
berdoa memohon keselamatan.
Acara
ambali-bali pun selesai. Kegiatan ini akan diatur oleh seorang pawang khusus.
Pekerjaan baru dapat dimulai setelah 3 atau 7 hari setelah acara ambali-bali.
2.2.7.2 Anjojok
Anjojok
yaitu acara sedekahan khusus yang dilakukan ketika akan memulai penugalan atau
penanaman padi pertama. Upacara dilakukan di tengah-tengah tempat yang rata. Di
tempat tersebut buat petak persegi dengan 4 potong kayu di sisi petak. Letakkan
duri yukum atau cangkering sebagai tumbal di tengah-tengah petak tersebut.
Kemudian bakar kemenyan. Persiapkan juga air pihoyas dalam botol dan cendana.
Ketiga benda tersebut akan disebarkan, selain itu juga akan ditanam serai,
lengkuas, kunyit, dan sebagainya.
Kata-kata
yang harus diucapkan ketika anjojok sama dengan ambali-bali, tetapi setelah
selesai teruskan dengan mengatakan bahwa kita akan menitipkan padi selama 5
bulan 10 hari.
2.2.7.3
Pemotongan Padi Pertama
Membawa
ngasan dan rokok. Ketika memulai ngangas atau merokok ucapkan Allah kaduah kuji hari, ulok alai batang
burak, sumambar anyar burung terbang, sumambar mulang air doros sumambar
tonong, tiongko kuti suara kukukur hinalokkuti pari.
Dengan
mengucap bismillah potong sembilan batang padi dan ikat dengan pinaca warna. Tak roman namo nyawamu, jungjung sakti namo
nyawamu, Ya Allah ya nimah, ya jahat ya hakikat, sanga sorfi sanga rahi, sanga
tangkai, sanga balai, kur hinalokmu.
2.2.7.4 Sidokah Rumpok
Sidokah
rumpok dilakukan apabila datang serangan penyakit menular secara besar-besaran
seperti cacar atau kolera. Acara tersebut dilakukan atas saran dari dukun yang
mendapat petunjuk dari makhluk halus. Bahan-bahan sedekahan yang dipakai juga
atas permintaan makhluk halus tersebut, seperti serabi abang, serabi putih, gula kelapa, beras kunyit, bambu kasur dengan
tali pinaca warna. Acara dipimpin oleh dukun dengan berlangir air jeruk nipis
serta warga yang mengikuti sidokah rumpok tersebut akan mendapat kawor gading
yang dibuat gelang dengan menggunakan tali pinaca warna tadi. Gelang tersebut
dipakai sebagai tanda tolak bala. Dalam keadaan kesurupan, dukun mengucapkan
mantera-mantera sebagai perjanjian lama dari nenek moyang bahwa makhluk halus
jangan lama-lama bertamu, jika sudah diterima segeralah kembali, jangan lebih
dari tiga hari tiga malam.
Menurut
kepercayaan dahulu penyakit yang menyerang merupakan bawaan dari makhluk halus
yang datang. Seperti Kai Agus Karang (dari gunung atau darat), dan Putri
Kombang Dadar (dari laut).
Namun
sekarang sidokah rumpok sudah jarang digunakan lagi, karena penyakit seperti
cacar atau kolera sudah jarang menyerang. Ada juga yang mengatakan karena Kai
Agus Karang dan Putri Kombang Dadar sudah malas bertamu.
2.2.7.5 Rogoh Tanoh
Jika
seorang bayi laki-laki telah lahir, setelah dimandikan bayi tersebut harus di
adzankan dan jika yang lahir seorang perempuan maka harus di iqomatkan. Hal
tersebut dilakukan sebagai tanda syukur dan harapan agar anak tersebut kelak
menjadi anak yang soleh.
Setelah
bayi berumur 3 hari, 7 hari dan 9 hari diadakan acara rogoh tanoh yang berarti
menginjakkan bayi ke tanah dengan tujuan memperkenalkan bayi kepada bumi
sebagai ibunya dan langit sebagai bapaknya. Setiap kehidupan tidak akan
terpisah dari bumi dan langit, oleh karena itu setiap bayi yang lahir harus
segera diperkenalkan dengan bumi dan langit melalui rogoh tanoh.
Acara
rogoh tanoh sendiri dipimpin oleh seorang dukun bayi yaitu dengan menginjakkan
kaki si bayi tiga kali berturut-turut di atas batu asah, uang logam, dan tanah.
Setelah itu baru diadakan penyedekahan atau selamatan, makanan yang wajib ada
yaitu gula kelapa dan beras kunyit sebagai tanda perdamaian.
Setelah
upacara rogoh tanoh, anak tersebut boleh dicukur dengan acara tersendiri. Jika
mampu acara pencukuran boleh dilakukan secara besar-besaran, jika tidak mampu
acara tersebut boleh dilaksanakan secara sederhana minimal ada gula kelapa dan
beras kunyit. Apabila sedekah ini dilakukan secara besar-besaran disebut “Nguyang Uyang Bayi” atau “Marhaba”. Acara pencukuran dilakukan
sebanyak 40 kali jumat dan dilakukan oleh 40 orang pencukur secara bergantian.
Jika
anak tersebut laki-laki dan telah berumur 5 tahun keatas maka dilakukan
Pengkhitanan. Acara ini hampir sama dengan acara pencukuran tadi, jika mampu
acara pengkhitanan boleh dilakukan secara besar-besaran, jika tidak mampu acara
tersebut boleh dilaksanakan secara sederhana minimal ada gula kelapa dan beras
kunyit. Pengkhitanan bagi anak perempuan bukan suatu keharusan, tetapi boleh
dilaksanakan.
Apabila
acara pencukuran dan pengkhitanan dilakukan secara besar-besaran ada adat
istiadat tersendiri yang mengatur acara tersebut.
2.2.8 Tata Cara Hubungan Bujang
Gadis
2.2.8.1 Manjau Diharani atau Manjau
Dibingi
2.2.8.1.1 Manjau Diharani
Manjau
berarti bertandang ke rumah gadis. Manjau dilakukan oleh seorang atau beberapa
orang bujang atau pemuda ke rumah seorang gadis dengan memakai pakaian adat
yaitu berkain dan berkopiah/berpeci, si gadis pun juga harus memakai kain dan
berkomban. Manjau dilakukan dari pukul 09.00 sampai pukul 14.00. Bujang yang
memiliki hubungan khusus dengan sang gadis disebut “Sai Kodau Badannya” sedangkan bujang yang menemani disebut “Kawawoh”.
Pada
umumnya rumah masyarakat Dusun Betung berupa rumah panggung dan manjau ini
dilakukan di bawah rumah si gadis. Ketika para bujang tersebut mengunjungi
rumah si gadis, mereka harus lewat jalan belakang, karena apabila mereka lewat
jalan depan maka akan dianggap kurang sopan atau ceroboh.
Ketika
si bujang sudah berada di bawah atau di samping rumah si gadis, si bujang
tersebut akan bersiul secara pelan agar didengar oleh si gadis. Jika si gadis
berada di rumah, dia akan menampakkan wajahnya melalui jendela.
Setelah
gadis itu keluar si bujang akan menyampaikan maksud kedatangannya, bisa atau
tidak si gadis menemaninya. Jika si gadis ada waktu luang dia akan menemani
bujang tersebut, jika tidak maka dikatakanlah tidak saat itu juga. Jika si
gadis bersedia dimulailah percakapan yang memakan waktu selama satu hingga dua
jam. Kemudian ada acara khusus yaitu membicarakan janji-janji, dan kapan si
gadis dapat menjalani cita-citanya. Apabila perbincangan tersebut telah selesai
pamitlah si bujang untuk pulang.
2.2.8.1.2 Manjau Dibingi
Manjau
dibingi dilakukan oleh seorang atau lebih pada malam hari. Manjau dibingi
dilakukan dari pukul 20.00 sampai tiba waktu subuh. Biasanya manjau dibingi
dilakukan di daerah Petalangan karena jarak rumah si bujang dengan si gadis
berjauhan. Mereka juga berpakaian adat sama seperti manjau di siang hari.
Biasanya
manjau dibingi ini memakai baban atau bawaan berupa kelapa, rokok tembakau,
gula, kopi dan berbagai macam roti sesuai kemampuan si bujang. Jika si bujang
manjau memakai baban maka dari pihak si gadis juga akan membalas dengan memasak
nasi untuk makan. Jika si bujang tidak memakai baban maka pihak si gadis juga
tidak memberi makan.
2.2.8.2 Bumiah
Bumiah
berarti berjaga/tidak tidur. Bumiah dilakukan oleh bujang gadis, sifatnya
hampir sama dengan manjau dibingi. Biasanya bumiah diisi dengan suatu pekerjaan
seperti membuat lobas panas. Bumiah dilakukan hanya untuk “senang-senang”
antara bujang gadis. Misalnya setelah hari bara dimana keesokan harinya bujang
gadis tersebut akan berpisah dan akan bertemu kembali pada bulan bara
berikutnya.
2.2.8.3 Turun Bara (Rogoh Bara)
Bulan
bara berarti bulan terang. Acara ini dilakukan oleh bujang gadis setiap bulan
yaitu pada tanggal 14. Ketika tiba hari bara tiap bujang gadis wajib mengikuti
rogoh bara. Barang siapa yang tidak mengikuti rogoh bara akan dikenakan denda
lopot (bongkol) seratus biji, ditambah seekor ayam yang akan diserahkan kepada
Sindang Bulawan. Rogoh bara dilakukan di siang hari yaitu antara pukul 08.00
sampai dengan pukul 14.00, bertempat di Sosat atau balai.
Rogoh
bara sepenuhnya dipimpin oleh bujang gadis dengan susunan pengurus sebagai
berikut.
1.
Ketua bujang sedusun : Sindang Bulawan
Wakil ketua : Ratu
Periyayi/bujang periksa
2.
Ketua tiap kampung : Pangatuha maranai
3.
Pengatur/penghubung dikala bara : Periuga, maranai
1.
Ketua gadis sedusun :
Samingong
Wakil ketua I : Inton Putori
Wakil ketua II : Putori
2. Ketua tiap kampung : Pangatuha mouli
3. Pengatur/penghubung : Pariuga mouli
Dalam acara rogoh bara, si bujang harus
memakai sarung, berbaju yang sopan dan memakai peci. Sedangkan si gadis memakai
baju panjang dan komban. Dahulu sebelum ada Sosat atau balai, gadis-gadis
tersebut harus membawa tikar untuk landa sedangkan bujang membawa tikar untuk
atap.
Ada 2 macam acara bara, yaitu :
1.
Canggot yaitu berjawab-jawaban antara
bujang dengan gadis.
2.
Berkirim-kiriman surat yang diatur oleh
pariuga.
2.2.9
Adat Perkawinan di Dusun Betung
2.2.9.1
Pangatu
Pangatu dimulai dengan mancik kocawa
dimana pihak si bujang akan menyuruh orang yang dianggap sebagai penengah
antara pihak bujang dengan pihak gadis. Orang tersebut akan menemui orang tua
si gadis dan menanyakan apakah ada sambutan jika pihak si bujang datang melamar
si gadis. Jika tidak ada sambutan berarti pinangan akan ditolak dan proses
berhenti sampai di mancik kocawa. Jika ada sambutan, maka akan dilanjutkan
dengan acara pangatu.
Pangatu atau lamaran dilakukan dalam
beberapa proses, yaitu:
1.
Orang tua si bujang datang menemui orang
tua si gadis dengan baban atau bawaan berupa rokok tembakau atau cambai urai
secukupnya.
2.
Kemudian orang tua si bujang akan
menyampaikan maksud kedatangannya yaitu meminang si gadis untuk anaknya dan
akan menyambung silaturahmi dengan menganggap orang tua si gadis sebagai
saudara mereka selama-lamanya.
3.
Pihak si gadis akan mengadakan mufakat dan
menanyakan langsung kepada si gadis bagaimana tanggapannya terhadap pinangan
tersebut.
4.
Jika baban dikembalikan bungkusnya saja
berarti pangatu diterima, tetapi jika baban dikembalikan beserta isinya berarti
pangatu ditolak.
5.
Jika pangatu diterima, pihak si gadis
akan memerintahkan pangatu lanjutan yaitu dengan membawa family dari
masing-masing pihak. Setelah pangatu tersebut jelas diterima, maka pihak si
bujang bebas berkunjung ke rumah si gadis.
2.2.9.2 Nyuruk dan Butunggu
Tenggang
waktu dari mulai peminangan sampai dengan di selenggarakannya perkawinan
disebut lama nyuruk. Sedangkan nyuruk yaitu ketika tenggang waktu tersebut
pihak si bujang sering datang ke rumah pihak si gadis untuk membantu pekerjaan
orang tua si gadis, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengambil hati pihak
si gadis. Nyuruk dilakukan minimal 1 bulan dan maksimal 6 tahun.
Ketika
pihak si gadis memiliki pekerjaan-pekerjaan berat seperti nugal, menuai padi,
dan mendirikan rumah keluarga si bujang ramai-ramai membantu pekerjaan
tersebut, itulah yang disebut butunggu. Butunggu dilakukan setelah ada
persetujuan dari pihak si gadis. Biasanya ketika butunggu pihak si bujang akan
membawa baban seperti beras, beras ketan, gula, kopi, garam, kecap, serai,
lengkuas, berbagai macam roti, ayam, ikan, dan sebagainya. Setelah nyuruk dan
butunggu berlangsung cukup lama, kemudian di serah ke kepala adat yaitu kaum
penggawa untuk mencari penyelesaian selanjutnya. Setelah ada mufakat antara
kedua belah pihak selanjutnya di adakan pangatu rami.
2.2.9.3 Pangatu Rami
Pangatu
rami dilakukan oleh keluarga besar dan kaum panggawa (kepala adat) dari
masing-masing pihak. Pada pangatu inilah ditentukan bagaimana acara perkawinan
akan berlangsung apakah akan dilanjutkan dengan paulangan dan pesta besar atau
tidak. Semua tatacara sedekahan dan serah terima antar kedua belah pihak
ditentukan dan dilakukan dalam pangatu rami ini. Kaum penggawa sebagai pemegang
janji dan tidak diperkenankan mengubah bentuk persedekahan tanpa persetujuan
dari kepala adat kedua pihak.
Dalam
pangatu rami baban atau bawaan telah ditentukan oleh adat, seperti:
Ø Juadah
yang cukup sesuai dengan jumlah pangatu dahulu,
Ø Tapak
besar dan tapak kecil (ngasan balak, ngasan ronik),
Ø Latas
alat mengundang (tiga kerat bilah diikat menjadi satu, ujungnya diikatkan daun
kemining dan ditengahnya di gantung damar).
Ø Beras,
beras ketan, telur dan pisang.
Dalam
pangatu yang akan berlangsung pihak si gadis akan menanyakan:
Ø Ngasan
balak : tanda pangatu
Ø Ngasan
ronik : untuk pengamitan berikut bahan-bahan
lain, seperti: 2 sisir pisang, 2 rumpun tebu, 2 rumpun serai, 2 rumpun kunyit,
2 ikat kayu, dan lain-lain.
Ø Juadah
: baban binatok
Ø Beras
ketan, telur, pisang : minta
kehidupan dan kesejahteraan
Ø
Latas
: untuk tokat yang tua agar ikut
mengantar
Ø Daun
kemining : digunakan sebagai sapu
Ø Damar
: untuk penerang ketika gelap.
Dalam
pangatu tersebut ditentukan hari perkawinan yang diawali dengan paulangan,
hiring-hiring keliling dusun, bumiah, midang agung, membuat gapura, timbangan
adat, takadan pinang berbuah, persedekahan, butammat (kedua pengantin membaca
salah satu ayat suci Al-Qur’an) sebelum ijab kabul, ziarah ke makam, dan manjau
sujud.
2.2.9.4 Paulangan
Berdasarkan
ketentuan pada saat pangatu rami tadi diadakanlah hiring-hiring keliling dusun
oleh pengantin perempuan dan berkunjung ke setiap rumah di dusun tersebut.
Hiring-hiring dilaksanakan selama 3-7 hari. Sebelum hiring-hiring dimulai harus
ada izin dari kepala dusun dan pemerintah setempat. Masa hiring-hiring inilah
yang disebut Paulangan.
Contoh
hiring-hiring :
1.
Gancang-gancang
tilapuh dang sayuk ngalun alun
Yoja
pkon marintah pakampungandu hulun
2.
Andiaan
duk madad biula-ula sebagi
Tumadon
niku sosat makwat kutinding lagi
3.
Mama
nyukja umoja lapahan ku yod diku
Nyak
haga kilu banda garubuk sorto lampu
4.
Gugurda
niku nyiwi sapanan ku dipokon
Sapa
nihan sai rugi mak lagi ngurah kayon
5.
Lapah
ngidori tiyuh ngarujung dang kampung
Kalau
wat sai butoduh mirakga kilu tulung
2.3 Validasi
Untuk
meyakinkan kebenaran data tentang “Asal
Usul dan Adat Istiadat Desa Betung”
Penyusun menempuh penelitian ini dengan cara berkonsultasi pada seorang
pakar yaitu . Pada tanggal Penyusun berkonsultasi mengenai ,waktu
berkonsultasi dengan beliau yaitu dari pukul
sampai pukul .
Dari hasil yang Penyusun dapatkan selama penelitian, data-data yang sudah
didapat diklarifikasi kembali kepada agar
dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Hasil
penelitian tentang “Asal Usul dan Adat
Istiadat Desa Betung” telah divalidasi oleh pada tanggal . Berdasarkan hasil
validasi dinyatakan bahwa hasil penelitian ini valid.
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan data tentang Asal-Usul dan Adat
Istiadat Desa Betung diatas, Penyusun dapat menyimpulkan bahwa Desa Betung merupakan salah satu desa yang
memiliki nilai sejarah yang tinggi. Kebudayaan atau tradisi yang dimiliki Desa
Betung sangat beragam dan patut untuk tetap dijaga kelestariannya. Penduduk
Desa Betung pada dasarnya berasal dari Lampung.
3.2 Saran
Dengan adanya karya tulis ini, Penyusun menyarankan kepada masyarakat Desa Betung
3.2.1 Untuk masyarakat
generasi tua, sebaiknya bisa memberi
pengertian kepada generasi muda agar tetap melestarikan kebudayaan atau tradisi di desanya dan menjaga kemurnian
kebudayaan tersebut
dari pengaruh budaya luar.
3.2.2 Untuk masyarakat
generasi muda, sebaiknya lebih kritis
menyikapi kebudayaan atau tradisi di Desa Betung, menjaga kelestarian kebudayaan tersebut agar tidak
luntur dan dapat bersaing dengan kebudayaan luar.
DAFTAR PUSTAKA
Bahri, Samsul. 1985. Asal Usul dan Adat Budaya Betung.
DESKRIPSI
WAWANCARA
1.
Asal Usul nama Desa Betung berasal dari mana ?
Jawab : Nama Betung diambil dari nama
serumpun bambu BETUNG yang dahulu letaknya terdapat di daerah desa Betung
sekarang ini.
2.
Siapakah nama-nama nenek moyang yang melopori pembangunan Desa Betung ?
Jawab
: 1.Tuan Rijal
2. Keria Indah Kumala
3. Keria Lumba
4. Batin Pulun
5. Minak Rajatawala
3.
nama kecamatan Semendawai Barat berasal dari kata apa ?
Jawab
: Semenda
: Bertempat tinggal
Wai : Sungai
Suku : Bagian
4.
Apa sajakah adat istiadat yang berada pada Desa Betung ?
Jawab
: 1. Ambali-bali atau perdamaian
2. Anjojok
3. Pemotongan padi pertama
4. Sidokah Rumpok
5. Rogoh Tanoh
5.Apa
sajakah adat istiadat perkawinan di Desa Betung ?
Jawab
: 1. Pangatu
2. Nyuruk dan Butunggu
3. Pangatu Rami
4. Paulangan